Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi Indonesia, Bagaimana Cara Menanganinya?

Ilustrasi: Education Week

Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), dalam periode 1 Januari-27 September 2023 ada 19.593 kasus kekerasan yang tercatat di seluruh Indonesia. Angka tersebut merupakan jumlah kasus real time pada periode pembaruan data pukul 14.35 WIB. Data dihimpun melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Dari seluruh kasus kekerasan tersebut, 17.347 orang korban merupakan perempuan, dan 3.987 korban berjenis kelamin laki-laki.

Adapun berdasarkan usianya, korban kekerasan di Indonesia didominasi oleh kelompok usia 13-17 tahun, jumlahnya mencapai 7.451 korban atau sekitar 38% dari total korban kekerasan pada periode ini. Korban terbanyak berikutnya berasal dari kelompok usia 25-44 tahun, diikuti kelompok usia 6-12 tahun, usia 18-24 tahun, dan usia 0-5 tahun, dengan rincian jumlah terlihat pada grafik.

Kemen-PPPA juga menemukan, jenis kekerasan yang paling banyak dialami korban berupa kekerasan seksual, yaitu sebanyak 8.585 kasus, diikuti kekerasan fisik 6.621 kasus, dan kekerasan psikis 6.068 kasus.

Penanganan Kasus Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi
Kekerasan seksual saat ini masih sering terjadi di kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah maupun perkantoran. Menghimpun data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menyebutkan sejak 1 Januari hingga 20 Juni 2023 tercatat sebanyak 11.292 kasus kekerasan.

Permendikbud mengeluarkan UU Nomor 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Selain diatur tentang ancaman sanksi bagi pelaku tindak pelecehan seksual, juga diatur upaya pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi adminisitratif, dan pemulihan bagi korban tindak pelecehan seksual di lingkungan PT (perguruan tinggi). Ketentuan ini diatur dalam Pasal 10 hingga 19.

  1. Pendampingan
    Pendampingan berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, dan/atau bimbingan sosial dan rohani.
  2. Perlindungan
    Jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan, penyediaan rumah aman, dan korban atau saksi bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang diberikan.
  3. Pengenaan sanksi administratif
    Sanksi terdiri dari tiga golongan, yaitu ringan, sedang, dan berat. Bentuk sanksi yang dijatuhkan dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai rekomendasi satuan tugas. Selain itu, sanksi yang diberikan tidak mengesampingkan peraturan lain.
  4. Pemulihan korban
    Melibatkan psikolog, tenaga medis, pemuka agama, dan organisasi pendamping korban. Masa pemulihan tidak mengurangi hak pembelajaran dan/atau kepegawaian.

Menurut World Health Organization (WHO) (2017) ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, antara lain:

  1. Pendekatan Individu dengan cara:
  • Merancang program bagi pelaku kekerasan seksual dimana pelaku harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya seperti menetapkan hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan seksual;
  • Memberikan pendidikan untuk pencegahan kekerasan seksual seperti pendidikan kesehatan reproduksi, sosialisasi menganai penyakit menular seksual, dan pendidikan perlindungan diri dari kekerasan seksual.
  1. Pendekatan Perkembangan
    Pendekatan perkembangan yaitu mencegah kekerasan seksual dengan cara menanamkan pendidikan pada anak-anak sejak usia dini, seperti:
  • Pendidikan mengenai gender;
  • Memperkenalkan pada anak tentang pelecehan seksual dan risiko dari kekerasan seksual;
  • Mengajarkan anak cara untuk menghindari kekerasan seksual;
  • Mengajarkan batasan untuk bagian tubuh yang bersifat pribadi pada anak; dan
  • Mengajarkan batasan aktivitas seksual yang dilakukan pada masa perkembangan anak.
  1. Pencegahan Sosial Komunitas seperti:
  • Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual;
  • Memberikan pendidikan seksual di lingkungan sosial
  • Mensosialisasikan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sosial.
  1. Pendekatan Tenaga Kesehatan, yakni:
  • Tenaga Kesehatan memberikan Layanan Dokumen Kesehatan yang mempunyai peran sebagai alat bukti medis korban yang mengalami kekerasan seksual;
  • Tenaga Kesehatan memberikan pelatihan kesehatan mengenai kekerasan seksual dalam rangka mendeteksi secara dini kekerasan seksual;
  • Tenaga Kesehatan memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap penyakit HIV; dan
  • Tenaga Kesehatan menyediakan tempat perawatan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
  1. Pendekatan Hukum dan Kebijakan Mengenai Kekerasan Seksual, yakni:
  • Menyediakan tempat pelaporan dan penanganan terhadap tindak kekerasan seksual;
  • Menyediakan peraturan legal mengenai tindak kekerasan seksual dan hukuman bagi pelaku sebagai perlindungan terhadap korban kekerasan seksual;
  • Mengadakan perjanjian internasional untuk standar hukum terhadap tindak kekerasan seksual; dan
  • Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual.

Tindakan-tindakan tersebut tentu hanya bersifat pencegahan. Walaupun demikian, setidaknya dengan melakukan upaya-upaya di atas, diharapkan kasus kekerasan seksual utamanya dapat dicegah seoptimal mungkin.

Melaporkan Kasus Pelecehan Seksual
Penting untuk korban kekerasan seksual mencari informasi dari lembaga-lembaga terkait yang bisa memberikan bantuan kepada korban kekerasan seksual.  Sebagai referensi, beberapa lembaga yang memberikan layanan adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan sebagainya.

Setelah mencari informasi, cobalah untuk mengadu kepada lembaga-lembaga tersebut dan laporkan kepada pihak kepolisian dengan dampingan pengacara. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi dampak yang lebih parah pada diri sendiri. Pelaku juga perlu tahu bahwa apa yang dilakukannya salah dan ia harus mendapat konsekuensi dari perilakunya agar tidak mengulangi lagi dan orang lain tidak mencontoh hal yang sama.

Korban dapat mengunjungi portal lapor http://kemdikbud.lapor.go.id atau mengirim surel ke pengaduan@kemendikbud.go.id. Korban juga bisa bisa menghubungi kontak pusat panggilan di nomor 177 dan mendatangi kantor Kemendikbudristek di Gedung C Lantai Dasar Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta. Kerahasiaan identitas korban kejahatan kesusilaan dijamin dalam UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagai induk regulasi perlindungan saksi dan korban di Indonesia. Regulasi tersebut mengatur bahwa korban tindak pidana berhak atas kerahasiaan identitas dan atas identitas baru.

Kemudian, UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur bahwa pemeriksaan perkara dilakukan dalam sidang tertutup. Meski majelis Hakim membacakan putusan perkara dalam sidang terbuka untuk umum, Hakim wajib merahasiakan identitas saksi dan atau korban. Bahkan, pengadilan harus merahasiakan informasi yang memuat identitas saksi dan atau korban dalam putusan atau penetapan pengadilan. Pasal 69 huruf d secara tegas mengatur hak korban meliputi di dalamnya perlindungan atas kerahasiaan identitas.

Nah, jika kalian terkena kasus pelecehan seksual atau mengetahui adanya kasus tersebut, jangan takut untuk melapor kepada pihak yang sudah dijelaskan tadi ya. Kalian juga bisa meminta bantuan kepada kantor hukum untuk menemani proses penanganan kasus lebih lanjut. Disini, Ifano Rahadian Law Office menerima apapun bentuk masalah hukum yang sedang kalian hadapi.

 

Referensi:
BPK
Kemdikbud
Kumparan

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Yuk Konsultasi Gratis Kouta Terbatas
error: Content is protected !!